konsep kepribadian dan fitrah dalam pandangan psikologi agama
I.
Pendahuluan
Sistem nilai memberi pengaruh dalam pembentukan kepribadian yang
memuat empat unsur utamanya. Kepribadian secara utuh terlihat dari ciri khas
(individuality), sikap dan perilaku lahir dan batin (personality), pola pikir
(mentality), dan jati diri (identity). Dengan demikian, kepribadian yang
berdasarkan nilai-nilai ajaran agama terlihat dari kemampuan seseorang untuk
menunjukkan ciri khas dirinya sebagai penganut agama, sikap, dan perilakunya
secara lahir dan batin yang sejalan dengan nilai-nilai ajaran agama yang
dianutnya, pola pikirnya memiliki kecenderungan terhadap keyakinan agamanya,
serta kemampuannya untuk mempertahankan jati diri sebagai seorang yang
beragama.
Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam struktur yang paling baik
di antara makhluk Allah yang lain. Struktur manusia terdiri dari unsur
jasmaniah dan rohaniah atau unsur fisiologis dan unsur psikologis. Dalam
struktur jasmaniah dan rohaniah itu, Allah memberikan seperangkat kemampuan
dasar yang memiliki kecenderungan berkembang, dalam psikologi disebut
potensialitas atau disposisi.
Dalam pandangan Islam kemampuan dasar/pembawaan itu disebut dengan
“FITRAH” yang dalam pengertian etimilogis mengandung arti “ kejadian “, oleh
karena itu fitrah berasal dari kata fatoro yang berarti “menjadikan”. Allah
menciptakan manusia dalam keadaan fitrah dengan dibekali beberapa potensi yakni
potensi yang ada dalam jasmani dan rohani. Bekal yang dimiliki manusia pun
tidak hanya berupa asupan positif saja, karena dalarn diri manusia tercipta
satu potensi yang diberi nama nafsu.
II.
Konsep
Kepribadian Dan Fitrah Dalam Pandangan
Psikologi Agama
1.
Konsep
Kepribadian
A.
Pengertian
Dan Teori Kepribadian
Istilah-istilah yang dikenal dalam kepribadian adalah :
1.
Mentality
, yaitu situasi mental yang dihubungkan dengan kegiatan mental atau
intelektual.
2.
Personality
, menurut wibters dictionary, adalah:
a.
The
totality of personality’s characteristic
b.
An
integrated group of constitution of trends behavior tendencies act.
3.
Individuality,
adalah sifat khas seseorang yang menyebabkan seseorang mempunyai
sifat berbeda dari orang lain.
4.
Identity,
yaitu sifat kedirian sebagai
suatu kesatuan dari sifat-sifat mempertahankan dirinya terhadap sesuatu dari
luar (unity and persistenceof personality).[1]
Berdasrkan
pengertian dari kata-kata tersebut, beberapa ahli mengemukakan definisinya
sebagai berikut :
a.
Woodworth
: kualitas dari seluruh tingkah laku seseorang
b.
Morrison
: keseluruhan dari apa yang dicapai seseorang individu dengan jalan menampilkan
hasil-hasil kultural dari evolusi sosial.
c.
C.H.
Judd : hasil lengkap serta merupkan suatu keseluruhan dari proses perkembangan
yang telah dilalui individu.
B.
Tipe-Tipe
Kepribadian
1.
Aspek
Biologis
Yang mempengaruhi tipe kepribadian seseorang ini didasarkan atas
konstitusi tubuh dan bentuk tubuh yang dimiliki seseorang.
2.
Aspek
Sosiologis
Didasarkan
kepada pandangan hidup dan kualitas sosial seseorang.
3.
Aspek
Psikologis
Menurut prof. Heyman mengemukakan bahwa dalam diri manusia terdapat
tiga unsur: emosionalitas, aktivitas, dan fungsi sekunder (proses pengiring).
Menurut carl gustav manusia terbagi menjadi dua, yaitu : tipe extrovert ( orang
yang terbuka dan banyak berhubungan dengan kehidupan nyata ), tipe introvert (
orang yang tertutup dan cenderung kepada berpikir dan merenung ).
C.
Hubungan
Kepribadian Dan Sikap Keagamaan
Sistem nilai memberi pengaruh dalam
pembentukan kepribadian yang memuat empat unsur utamanya. Kepribadian secara
utuh terlihat dari ciri khas (individuality), sikap dan perilaku lahir dan
batin (personality), pola pikir (mentality), dan jati diri (identity). Dengan
demikian, kepribadian yang berdasarkan nilai-nilai ajaran agama terlihat dari
kemampuan seseorang untuk menunjukkan ciri khas dirinya sebagai penganut agama,
sikap, dan perilakunya secara lahir dan batin yang sejalan dengan nilai-nilai
ajaran agama yang dianutnya, pola pikirnya memiliki kecenderungan terhadap
keyakinan agamanya, serta kemampuannya untuk mempertahankan jati diri sebagai
seorang yang beragama.
Hubungan pembentukan kepribadian
dengan nilai-nilai moral keagamaan dapat kita lihat ketika mereka yang hidup
dilingkungan keluarga yang taat dan selalu berhubungan dengan benda-benda
keagamaan serta berhubungan dnegan orang-orang yang taat beragama, bagaimanapun
akan memberi pengaruh dalam pembentukan karakternya. Sebaliknya, mereka yang
asing dengan lingkungan seperti itu tentunya akan sulit untuk mengenal
nilai-nilai keagamaan, baik melalui benda-benda keagamaan seperti rumh ibadah,
perangkat ibadah, dan sebagainya ataupun tindak keagamaan seperti upacara
keagamaan dan lain sebagainya.
2.
Konsep
Fitrah
Secara etimologi, fitrah berasal dari kata “al-fathr”
yang berarti “belahan”, dan dari makna lahir makna-makna lain adalah “penciptaan”
atau “kejadian”. Ibnu Abbas memahaminya dengan arti, “saya yang membuatnya
pertama kali.” Dari pemahaman itu sehingga Ibnu Abbas menggunakan kata fitrah
untuk penciptaan atau kejadian sejak awal. Sehingga Fitrah manusia adalah
kejadiannya sejak awal atau bawaan sejak lahir.
Sebagaimana dalam al-Qur’an Surat Ar-Ruum ayat 30 di
atas, bahwasanya manusia dilahirkan membawa naluri keimanan kepada Allah dan
kesiapan menerima Islam dalam penciptaannya. Selain fitrah yang dibawa manusia
sejak lahir adalah serangkaian naluri dan kecenderungan yang tampak secara
aktual, dan naluri yang dibawa oleh manusia dalam bentuk kecenderungan yang
mungkin akan berubah dari potensi menuju kemampuan yang aktual pada waktu
tertentu. Aspek-aspek psikologis fitrah yang saling pengaruh mempengaruhi
antara satu aspek terhadap aspek lainnya. Aspekaspek tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1.Fitrah adalah faktor kemampuan dasar perkembangan manusia yang
terbawa sejak lahir yang berpusat pada potensi dasar untuk berkembang.
2.Potensi dasar itu berkembang secara menyeluruh (integral) yang
menggerakkan seluruh aspek-aspeknya yang secara mekanistis satu sama lain
saling pengaruh mempengaruhi menuju ke arah tujuan tertentu.
3.Aspek-aspek fitrah adalah merupakan komponen dasar yang
bersifat dinamis, responsif terhadap lingkungan sekitar, termasuk pengaruh
pendidikan
A. Dimensi Fitrah Manusia
Dimensi-dimensi fitrah yang dimaksud di sini adalah
aspek-aspek yang terdapat dalam fitrah manusia. Dimensi fitrah menjadi tiga bagian,
yaitu fitrah fisik yang disebut dengan Fitrah Jismiah atau Jasadiah, fitrah
psikis yang disebut Fitrah Ruhaniah dan fitrah psikopisik yang disebut dengan
Fitrah Natsaniah.[2]
Masingmasing fitrah ini memiliki natur, potensi,
hukum, dan ciri-ciri sendiri.
1.
Fitrah Jismiah adalah citra penciptaan fisik manusia yang
terdiri dari struktur organisme fisik. Organisme fisik manusia lebih sempurna
dibanding dengan organisme fisik makhluk-makhluk yang lain. Komponen fisik
manusia hanya memiliki daya inderawi yang empirik dan tidak memiliki daya
batini, kecuali apabila indera tersebut dihubungkan dengan ruh manusia. Apabila
indera ini telah terhubungkan dengan ruh manusia maka terjadilah apa yang
disebut dengan Daya Nafsiah. Dengan daya nafsiah ini maka semua komponen fisik tersebut
akan mampu mencapai daya batini, seperti melihat sesuatu lalu dipersepsi dan
dihayati sehingga menimbulkan rasa indah atau buruk, rasional dan irasional dan
sebagainya.
2.
Dimensi Fitrah Ruhaniah adalah citra penciptaan manusia yang
mempunyai komponen, potensi, fungsi, sifat, prinsip kerja, dinamisme dan
mekanisme tersendiri untuk mewujudkan hakekat manusia yang sebenarnya. Fitrah Ruhaniah
dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu fitrah ruhaniah yang berhubungan dengan
zatnya sendiri dan fitrah ruhaniah yang berhubungan dengan badan jasmani.
Fitrah ruhaniah yang pertama disebut dengan fitrah almunazzalah, sedang fitrah
yang kedua disebut dengan fitrah gharizat, atau disebut dengan fitrah
nafsaniah.
Fitrah al-munazzalah adalah potensi ruhani yang
diturunkan atau diberikan secara langsung dari Allah kepada jiwa manusia. la
tidak dapat berubah, sebab jika potensi ini berubah, maka berubah pula
eksistensi manusia. Fitrah almunazzalah ini merupakan amanat Allah yang
dititipkan kepada manusia.[3]
Selanjutnya, fitrah al-gharizat merupakan potensi
dalam diri manusia yang dibawanya sejak lahir. Bentuk fitrah ini berupa nafsu,
akal, dan hati nurani. Hal ini adalah bagian fitrah ruhani yang berhubungan
dengan fitrah jasadi. Fitrah algharizat inilah yang disebut dengan fitrah nafsaniah
yang merupakan dimensi fitrah yang ketiga.
3.
Dimensi Fitrah nafsaniah adalah merupakan citra penciptaan
psikofisik manusia. Pada fitrah inilah komponen jasad dan ruh bergabung. Fitrah
nafsaniah ini secara inheren telah ada sejak manusia siap menerimanya, yaitu
usia empat bulan dalam kandungan. Fitrah nafsaniah ini merupakan citra
kepribadian manusia, yang aktualisasinya sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, seperti usia, pengalaman, pendidikan, pengetahuan, lingkungan dan
sebagainya. Fitrah nafsaniah ini memiliki potensi gharizah, yaitu potensi insting,
tabiat, perangai, kejadian laten, ciptaan dan sifat bawaan.
III.
Kesimpulan
Secara
etimologi, fitrah berasal dari kata “al-fathr” yang berarti “belahan”, dan dari
makna lahir makna-makna lain adalah “penciptaan” atau “kejadian”. Sehingga Fitrah
manusia adalah kejadiannya sejak awal atau bawaan sejak lahir.
Menurut
prof. Heyman mengemukakan bahwa dalam diri manusia terdapat tiga unsur:
emosionalitas, aktivitas, dan fungsi sekunder (proses pengiring). Menurut carl
gustav manusia terbagi menjadi dua, yaitu : tipe extrovert ( orang yang terbuka
dan banyak berhubungan dengan kehidupan nyata ), tipe introvert ( orang yang
tertutup dan cenderung kepada berpikir dan merenung ).
Dimensi
fitrah menjadi tiga bagian, yaitu fitrah fisik yang disebut dengan Fitrah
Jismiah atau Jasadiah, fitrah psikis yang disebut Fitrah Ruhaniah dan fitrah
psikopisik yang disebut dengan Fitrah Natsaniah.
DAFTAR PUSTAKA
Prof.Dr.H.Jalaluddin.(1996). psikologi agama. Jakarta: rajawali
pers hal: 177
Nashori, Fuad.(2005) Potensi-potensi Manusia. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Mujib, Abdul. (1999). Fitrahdan Kepribadian Islam: Sebuah
Pendekatan Psikologis, Jakarta : Darul Falah
Komentar
Posting Komentar