landasan pembentukan akhlak
Landasan
pembentukan akhlak
a. Pengertian pembentukan akhlak
Pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai
usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk kepribadian manusia dengan menggunakan
sarana pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik serta dilaksanakan
dengan sungguh-sungguh dan konsisten. Pembentukan atau pembinaan akhlak
merupakan inti sari dari risalah islam, sebagaimana sabda rasulullah :
انمابعثت لاتمم صالح الاخلاق
Artinya : “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan perangai (akhlak)
yang bagus.”[1]
Tujuan dari pendidikan islam adalah sama
dengan tujuan pembentukan akhlak itu sendiri, yaitu membangun mental dan
pribadi muslim ideal harus terpenuhi paling tidak tiga hal,yakni:
1. Kokoh pola rohaniyahnya
2. Kokoh ilmu pengetahuannya
3. Kokoh fisiknya.
Jika tiga hal itu terpenuhi, berarti sudah terealisasi
cita-cita nabi dalam menginginkan citra manusia beriman yang benar,bertubuh
sehat dan berilmu pengetahuan yang benar dan berguna.
Tiga hal diatas penting diwujudkan karena beberapa hal.
Pertama, akhlak adalah bingkai dalam wadah agama. Agama yang tidak ditanamkan
didalam bingkai (wadah) yang baik tidak akan mudah tumbuh sehat dan bermanfaat.
Kedua, allah senantiasa menyeru kepada manusia agar selalu berkeinginan untuk
menambah ilmu pengetahuan, ilmu dapat menyuburkan rohani dan keimanan. Ketiga,
badan atau jasmani yang sehat, karena badan yang sehat dpat memaksimalkan kerja
organ tubuh dan fungsi fisio-psikis yang membawa pengaruh positif terhadap
kerja rohani.[2]
Dengan demikian, akhlak adalah hasil usaha pembinaan
bukan terjadi dengan sendirinya.
Pendidikan akhlak tersebut dimaksudkan agar potensi rohaniah yang ada
dalam diri manusia, termasuk didalamnya akal, nafsu amarah, nafsu syahwat,
pembawaan fitrah gharizah, kata hati, hati nurani dan intuisi dibina,
ditumbuhkan dan diarahkan secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat.
Akhlak adalah pembawaan dari manusia sendiri, yaitu
kecendrungan kepada kebaikan yang dikenal sebgai fitrah yang ada dalam diri
manusia dan dapat juga berupa kata hati atau intuisi yang selalu cenderung
kepada kebenaran. Dengan pandangan seperti ini, maka akhlak akan tumbuh dengan
sendirinya, walaupun tanpa dibentuk atau diusahakan. Senada dengan ini adalah
suatu pendapat bahwa akhlak itu merupakan warisan yang didapat dari generasi
pendahulu, sedang anak (generasi) yang lahir setelahnya membawa sifat-sifat
keturunan. Dengan kata lain, mereka memiliki kesiapan untuk segala bentuk yang
sesuai dengan apa yang diwarisinya dari moyangnya, sebagaimana pola-pola
fisiknya.[3]
Walaupun manusia membawa warisan tabiat dari
pendahulunya, hal itu masih sekedar berupa isti’adat atau kesiapan (potensi)
yang belum mencapai titik sempurna. Semua potensi dalam perjalanan hidup
manusia adalah dalam proses dinamikanya. Disinilah momen pembentukan dan
pendidikannya agar mencapai kesempurnaannya. Manusia yang telah berhasil
mencapai kesempurnaan akhlak berarti menjadi semakin dekat dengan allah dan
mendapat kebahagiaan disisi-Nya. Muthahhari menegaskan, bentuk fisik mengalami
kesempurnaan postur sejak dilahirkan. Kesempurnaan postur itu terjadi karena
proses pembentukannya di dalam perut, sehingga “periode perut” (kandungan ibu)
sesungguhnya adalah masa pembentukan. Ini berbeda dengan postur rohani yang
sebenarnya ketika didunia ini belum sempurna karena merupakan masa pembentukan
belum jadi. Selanjutnya, setelah ditempa, dibentuk dan dididik dengan pola-pola
yang ditentukan maka terbentuklah akhlak itu, hingga ketika meninggalkan
jasad-fisiknya, akhlaknya menjadi terpola. Polanya tergantung pada
pembentukannya didunia. Kalau dipola secara baik, maka lahir diakhirat menjadi
baik. Kalau dipola dengan jelek atau dibiarkan tidak terpola, maka akan lahir
diakhirat secara buruk.oleh sebab itu, didunia ini adalah kesempetan mempola
akhlak, karena semasa didunia akhlak berada dalam proses lahir di akhirat.[4]
b. Metode pembinaan / pembentukan akhlak
Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap
pembinaan akhlak, termasuk juga tentang cara-caranya. Hubungan antara rukun
iman dan rukun islam terhadap pembinaan akhlak menunjukkan akhlak yang ditempuh
islam menggunakan cara atau sistem integrated, yaitu dengan menggunakan
berbagai sarana peribadatan dan lainnya yang secara simultan diarahkan pada
pembinaan dan pembentukan akhlak.
Para tokoh ilmu akhlak yang memegangi pendapat bahwa
akhlak dapat dibentuk bervariasi dalam memberikan teori pembinaan akhlak.
1. Sokrates, salah satu membentuk akhlak
khususnya dalam kaitannya dengan mengobati penyakit akhlak adalah dengan
memberi hukuman.dari konsep ini , maka selanjutnya dapat dilengkapi bahwa
metode pendidikan atau pembentukan
akhlak yang efektif, selain dengan memberikan cahaya ilmu pengetahuan bisa
dilakukan dengan menyediakan dan menerapkan hukuman dan ganjaran secara
konsisten.[5]
2. John fredrich herbert, seorang filsuf jerman,
tampaknya mendukung sokrates. Ia mengedepankan pengajaran ilmu moral sebagai
upaya pendidikan akhlak, sehingga seseorang dapat berhias dengan keutamaan
akhlak yang telah diketahuinya.[6]pendapat
bahwa ilmu pengetahuan memang penting adanya, sebagai sarana pembentukan akhlak
adalah sangat tepat dengan misi islam sebagaimana ditegaskan dalam alquran,
انك لعلى خلق عضيم
Artinya : “sesungguhnya engkau (muhammad) benar-benar diatas perangai yang
agung”.(QS.al-qalam:4)
3. Herbert spencer, filsuf inggris yang berangkat
dari disiplin ilmu alam yang kemudian tertarik untuk melihat manusia dan
moralitasnya. Dia terkenal dengan pandangan evolusinya yang mengatakan bahwa
segala yang ada ini berjalan dan berkembang secara dinamis. Begitu juga
moralitas manusia, lama kelamaan akan berkembang menuju kesempurnaan. Herbert
berdalih bahwa ilmu pengetahuan melalui pengajaran dapat merubah akhlak
manusia, ini terbukti dengan banyaknya orang-orang berilmu pengetahuan luas,
tetapi bermoral rusak dan rakus. Yang lebih efektif menurutnya, adalah menuatkan intuisi dan
kecenderungan-kecenderungan manusia yang baik, melawan hawa nafsunya untuk
dikendalikan oleh akal sehat.[7]
4. Humaidi tatapangarsa memberikan tips tentang
metode membentuk akhlak yang menurutnya dapat ditempuh baik dengan cara
langsung maupun tidak langsung. adalah dengan memberikan ilmu akhlak, yaitu
menjelaskan ajaran baik dan buruk berdasarkan alquran dan as-sunah.
5. Almawardi, mengatakan bahwa metode efektif
untuk membentuk akhlak individu adalah tarjibah, yaitu penempaan pengalaman.
Maksudnya, seseorang dengan bekal potensi akalnya berusaha mempraktikan
nilai-nilai luhur seraya berlatih menghindarkan diri dari dorongan-dorongan
impulsifnya, sehingga kebiasaan baik akan terbentukdan tertanam menjadi habit,
nature dan sifatnya.[8]
Almawardi adalah penganut pendidikan akhlak yang bersifat
otodidaktif. Artinya, individulah yang menjadi determinator atas dirinya
sendiri untuk perbaikan diri sendri, bukannya pihak kedua atau orang lain yang
dominan baik guru atau orang tua. Individulah yang harus aktif untuk mengambil
hikmah dalam pelajaran dari pihak lain. Disamping itu, ada metode lain yang
penting diperhatikan, yaitu reinforcement ( penguatan nilai-nilai positif dan
pelemahan nilai-nilai negatif ). Ini pun tidak dapat terlepas dari metode
sebelumnya yaitu tajribah dan pembiasaan diri dalam kebaikan.
6. Al-ghazali, mengatakan bahwa kepribadian
manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha pembentukan melalui
kebiasaan. Atas hal ini, alghazali menganjurkan agar pengetahuan akhlak
diajarkan terlebih dahulu, lalu selanjutnya diaplikasikan dalam tindakan nyata
dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia
tersebut.
7. Ahmad amin, sebagai tokoh ilmu akhlak era
modern, memberi formula dalam proses pembentukan dan pendidikan akhlak sebagai
berikut. Pertama, memperluas wawasan pikiran (akal). Pikiran yang sempit
menimbulkan watak yang kaku dan kasar sehingga membuahkan perbuatan yang
rendah. Kedua, menyediakan teman, kawan, atau sahabat yang baik (saleh). Kawan
ini penting karena tidak dapat terlepas dari hukum interaksi dalam hidupnya.
Apalagi sudah menjadi watak manusia untuk mencontoh dan meniru apa yang
dilihatnya. Ketiga, memberikan model orang-orang atau pahlawan dalam bentuk
sejarah atau biografi. Artinya mengajak siterdidik untuk membaca perjalanan
hidup orang-orang yang baik. Ini juga penting dalam konteks akhlak. Keempat,
mengikat diri untuk berbuat baik dan menjauhi keburukan. Kelima, menguatkan
komitmen untuk membenahi diri dengan pembiasaan diri dengan perbuatan-perbuatan
nyata.[9] Selain
itu, pembinaan akhlak dapt juga ditempuh dengan cara retrospeksi, yaitu
menganggap bahwa diri sendiri sebagai orang yang banyak kekurangannya dari pada
kelebihannya. Ini adalah metode yang bersifat psiko-spiritual.
8. Ibnu sina mengatakan bahwa jika seseorang
menghendaki dirinya berakhlak utama, hendaknya ia lebih dahulu mengetahui
kekurangan dan cacat yang ada dalam dirinya dan membatasi diri sejauh mungkin
untuk tidak berbuat kesalahan sehingga kecacatan itu tidak terwujud dalam
kenyataan.[10]
9. Sebenarnya, pembinaan akhlak dalam islam juga
terintegrasi dengan pelaksanaan rukun iman. Hasil analisis muhammad al-ghazali
terhadap rukun islam telah mnunjukkan dengan jelas bahwa dalam rukun islam yang
lima itu terkandung konsep pembinaan akhlak.
a. Rukun islam yang pertama adalah mengucapkan
dua kalimat syahadat, kalimat ini mengandung pernyataan bahwa selama hidupnya
manusia hanya tunduk kepada aturan dan tuntutan allah. Orang yang tunduk dan
patuh pada aturan allah dan rasul-Nya sudah dapat dipastikan akan menjadi orang
baik.
b. Rukun islam kedua adalah mengerjakan shalat
lima waktu. Shalat yang dikerjakan akan membawa pelakunya terhindar dari
perbuatan yang keji dan mungkar
c. Rukun islam yang ketiga yaitu zakat, juga
mengandung didikan akhlak, yaitu agar orang yang melaksanakannya dapat
membersihkan dirinya dari sifat kikir, memntingkan diri sendiri dan
membersihkan hartanya dari hak orang lain, yaitu hak fakir miskin dan hakikat
zakat adalah untuk membersihkan jiwa dan mengangkat derajat manusia ke jenjang
lebih mulia.
d. Rukun islam keempat, mengajarkan ibadah puasa
adalah bukan hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum dalam waktu yang
terbatas, tetapi lebih dari itu, merupakan latihan menahan diri dari keinginan
melakukan perbuatan keji yang dilarang agama dan masyarakat.
e. Rukun islam yang kelima, adalah ibadah haji.
Dalam ibadah haji ini pun nilai pembinaan akhlaknya lebih besar dibandingkan
dengan niali pembinaan akhlak yang ada pada ibadah dalam rukun islam lainnya.
Hal ini bisa dipahami karena ibadah haji merupakan ibadah islam yang bersifat
komprehensif yang menuntut persyaratan yang banyak, yaitu disamping harus
menguasai ilmunya serta perbekalannya, juga harus sehat fisiknya, ada kemauan
keras, bersabar dalam menjalankannya serta rela meninggalkan tanah air, harta
kekayaan dan lainnya.[11]
Disamping metode-metode diatas dalam kerangka
pembentukan akhlak yang bersifat pedagogis dan sosiologis, maka terdapat metode
yang bercorak sufistik, utamanya berpola sufi amali. Pendekatan sufi amali
adalah pendekatan yang dilakukan menggunakan analisis sufistik atau mewakilkan
ayat-ayat al-quran dari sudut esoterik atau berdasarkan isyarat tersirat yang
tampak oleh seorang sufi dalam suluknya. Secara singkat metode ini terhimpun
dalam sebuah prosedur takhalli, tahalli, dan tajalli.
a. Takhalli, seseorang harus memahami sifat-sifat
tercelanya lalu selanjutnya membersihkannya dari hati.
b. Tahalli, menghiasi hati dengan sifat-sifat
terpuji sebagai kebalikan sifat-sifat tercela yang ia hindari.
c. Tajalli, seseorang bekerja keras memahami
sifat-sifat baik dan memakainya sebagai baju sehingga dapat mencintai dan
mengidentikkan diri dengan baju kemuliaan allah.
Dalam pendidikan agam, pembentukan akhlak
diaktualisasikan melalui sebuah implementasi pengajaran dan pendidikan agama
dalam tiga kategori metode, yaitu ta’lim, ta’bid, dan tarbiyah.
a. Konsep ta’lim adalah proses penalaran yang
dapat mengubah perkembangan akal manusia dari tidak tahu menjadi tahu. Ta’lim
lebih spesifik mengarah pada aspek kognitif manusia yang diidentikkan dengan
proses pengajaran ilmu pengetahuan, tujuannya terfokus pada perkembangan
penalaran akal dan kecerdasan akal manusia.
b. Ta’dib, artinya mendidik yaitu proses
perbaikan moralitas manusia, jika dalam ta’lim terfokus pada dimensi kognitif
sedangkan dalam ta’dib lebih memfokuskan pada aspek kejiwaan atau dimensi
afektif manusia.
c. Konsep tarbiyah adalah proses menjadikan dan
atau menumbuhkan. Proses tarbiyah ini tidak hanya terfokus pada kognitif dan
afektif tetapi juga mencakup aspek motorik manusia.
[1]Hadits riwayat ibnu sa’ad,albukhari dalam kitab
al-adab,al-baihaqi dan al-hakim, dari abu hurairah dengan kualitas shahih.
[2]Mansur ‘ali rajab, ta’amulat fi falsafat al akhlaq
(mesir baru: maktabah al-anjalu,1961), 78-79.
[3]Ibid.
[4]Murtadha muthahhari, kritik atas konsep moralitas
barat, terj. Faruq bin dhiya’, 54-57
[5]Mansur ‘ali, ta’ammulat,35.
[6]ibid
[7]Ibid.
[8]Abu al-hasan ‘ali bin muhammad bin habib al basry
al mawardi, adab ad-dunya wa ad-din ( jakarta: syirkah nur ats-tsaqafah
al-islamiyyah,tt.),266.
Top 10 Best Slots - CasinoNow
BalasHapusFind out everything you 퍼스트카지노 need to know about the best casino games and top online slots planet win 365 from this site. Also, learn how to bet365 win and free spins.
Gambling in the Casino 888: No deposit bonus casino - Air
BalasHapusGambling in the Casino 888: how can i order air jordan 18 retro toro mens sneakers No deposit bonus casino. Gambling in the Casino 888: No deposit air jordan 18 retro to us bonus casino. Gambling in the Casino air jordan 18 retro men clearance 888: No deposit find air jordan 18 retro varsity red bonus make air jordan 18 stockx casino. Gambling in the Casino 888: No